Sabtu, 31 Juli 2021

How do we know?

Di hari Sabtu yang indah ini, ijinkan gue menulis cerita mengenai beberapa kegagalan yang pernah gue alami. Bukan tanpa maksud, salah satunya sebagai pengingat bahwa kita bisa lewatin semua itu! dan meyakini sesuatu yang memang milik kita, akan kita dapat meski harus melewati banyak kegagalan di awal. Karena dalam kehidupan nyata sesuatu nggak diciptakan gratis, kita harus sadar bahwa akan banyak sekali tantangan bahkan pengorbanan untuk bisa sampai kesana. 

Sekarang usia gue..... *ngitung dulu, maklum udah rada berumur* sekitar 26 tahun, but i love me with positive thought, laugh a lot and strength that i have. Gue ngerasa selama hidup, lebih banyak memberi keyakinan atau masukan daripada diberi. Dengan maksud, supaya hal yang sama bisa kembali ke gue. 

Mungkin sebagian orang pernah memiliki pertanyaan-pertanyaan besar seperti :


Bagaimana kita tahu, apa yang kita jalanin ini bener? 

Bagaimana kita tahu, kapan kita berhasil?

Bagaimana kita tahu, sesuatu itu milik kita?

How?


Jadi teringat pesan salah satu dosen di kampus yang berhasil merubah pola pikir gue. Kurang lebih isi percakapannya seperti ini...

"Kalau neng merasa berat ngejalanin sesuatu, tandanya jalan yang diambil sudah benar."

Loh kok jalan yang bener malah terasa lebih berat sih, Ki? Harusnya kalau emang bener, pasti gampang dong kita dapetinnya?

"mindset keliru, karena perjalanan yang berat akan mengasah neng jadi pribadi yang lebih baik dan lebih kuat lagi. Ada pepatah, semakin tinggi pohon semakin kencang pula anginnya. Menurut neng itu apa artinya?"

Makin banyak mau, makin banyak juga ujiannya nggak sih Ki? *maklum, awal-awal ngampus memang agak sedikit asal ngejawab hehe*

"Iya, betul. Semakin dewasa neng, semakin banyak ujian yang akan dihadapi. Kalau disosiologi kan ada istilah mobilitas, seperti roda yang berputar, sama dengan kehidupan. Pun neng sedang berjuang atau ada di titik keberhasilan, harus selalu yakin bisa lewati itu dan banyak-banyak bersyukur sama Allah SWT...."


Dosen gue satu ini memang selalu menyelipkan pesan-pesan religiusnya, mengingatkan betapa kehidupan yang sebenarnya perlu diperjuangkan namun tetap waspada bahwa semuanya sementara.

Iya, semua itu baru bisa gue pahami beberapa tahun belakang. Mungkin kalau kita mengingat masa kecil, sudah berapa kali jatuh dari sepeda? Tidak terhitung. Dulu, masa kecil gue dibandung diisi dengan bermain sepeda. Karena sepeda roda 4 yang gue punya terlalu mudah untuk dinaikin, alhasil gue sering minjem sepeda roda 2 yang gede banget ke Teteh2 deket rumah. Masuk got, nyungsruk, jatoh sampe kedua lutut gue bedarah gabikin gue berhenti untuk terus naik sepeda roda 2 sampe gue bisa!                                                                                                      

Apa yang didapat setelahnya? Bisa mengendarai dengan penuh keberanian dan tanpa rasa takut. Apalagi yang harus ditakuti? Semua celaka udah pernah dicoba wkwkwkwk

 ***

Tiga tahun yang lalu dengan tujuan dan harapan bisa menjadi bagian dari pigiwilnigirisipil, gue mengikuti seleksi tersebut yang singkat cerita gue gagal untuk kali pertama. Di tahun berikutnya, tujuan masih sama tapi karena mindset gue yang keliru "menganggap bahwa orang daerah berlomba-lomba masuk ke Jakarta, lalu gue mutusin untuk tukeran; pergi ke daerah." membuat gue gagal untuk yang kedua kalinya dan lebih miris dari kegagalan yang pertama. Di tahun ini, gue coba ikut lagi untuk yang ketiga kalinya, masih dengan harapan dan tujuan yang sama.

Apa yang kita jalanin ini bener?

Apa kita akan berhasil?

Apa kali ini kesempatan berpihak pada kita?

Jawabannya, kita akan berhasil mencapai tujuan di awal dengan belajar dari kegagalan sebelumnya, ditambah dengan keyakinan yang jauh lebih besar lagi. 


***


Selamat malam minggu, di akhir bulan Juli

Jangan terlalu nyaman menunggu, ayok kita coba lagi!


***

Karena keraguan itu datang dari niat besar yang sangat baik, nggak salah kalau perasaan itu terus menggoyangkan pikiranmu. πŸ™‚

Rabu, 20 Mei 2020

Bulan Ramadan, Bulan Gagasan : Mengganti Tradisi Saat Pandemi.

Bulan Maret 2020 merupakan mimpi buruk bagi banyak negara di dunia. Karena Covid-19 yang semula muncul di Wuhan Desember 2019 lalu kini telah menyebar luas di seluruh dunia. Pada tanggal 11 Maret 2020, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa Covid-19 telah mencapai tangkat pandemi karena tidak terkendalikan dan maasuk ke banyak negara di dunia termasuk Indonesia.

Tepat pada tanggal 2 Maret 2020 Presiden Joko Widodo mengumumkan secara resmi kasus pertama Covid-19 di Indonesia. Dua warga negara Indonesia yang positif Covid-19 tersebut mengadakan kontak dengan warga negara Jepang yang datang ke Indonesia. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pun menjelaskan bahwa sebelum ke Indonesia, warga negara Jepang ini bermukim di Malaysia sejak 14 Februari 2020 lalu dan terinfeksi Covid-19 disana.


(sumber : detik.com)

Sejak kasus pertama diumumkan, angka kasus positif Covid-19 terus mengalami kenaikan. Sebagai upaya menekan penyebarannya, Presiden Joko Widodo menetapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan telah ditandatangani oleh Presiden. Kebijakan itu pun menyebabkan perubahan sampai pada pola kehidupan, seperti adanya pembatasan interaksi sosial dengan beraktivitas dari rumah, menggunakan masker jika terpaksa harus keluar rumah, menerapkan karantina mandiri bagi individu dengan kondisi kesehatan tertentu, hingga karantina wilayah.

Selain menjalankan ibadah puasa sebulan penuh di bulan Ramadan, kita juga memiliki kegiatan yang sudah menjadi tradisi setiap tahunnya. Seperti ngabuburit menjelang waktu berbuka puasa untuk berburu takjil, berbuka puasa bersama yang biasanya dijadikan untuk bersilaturahmi kembali dengan teman lama semasa sekolah atau teman kantor, melaksanakan salat tarawih berjamaah di masjid, juga mengadakan acara sahur on the road untuk membagikan makanan sahur kepada orang yang tidak mampu, sampai mudik ke kampung halaman.

Meski tahun ini berbeda karena adanya pandemi yang mengharuskan kita untuk di rumah saja, namun Insha Allah tidak mengurangi kualitas dan amalan di bulan Ramadan. Justru dengan tetap di rumah saja, akan melahirkan banyak gagasan untuk mengganti tradisi Ramadan selama pandemi. Terlebih lagi di era digital seperti sekarang hampir semua kegiatan yang dilakukan berhubungan dengan media online seperti berkomunikasi sampai memesan makanan.

Kita tetap bisa menjalankan ibadah puasa, salat tarawih bersama keluarga inti, juga menjalankan tradisi lain dengan cara yang berbeda dari biasanya. Ngabuburit tetap bisa dilakukan meski dirumah saja, melalui media online seperti menonton kajian online, streaming film, sampai mengasah keterampilan memasak sembari membuat makanan untuk berbuka puasa. Melalui video call conference seperti zoom, whatsapp, google meet dan aplikasi gratis lainnya bisa membantu kita untuk berbuka puasa bersama dengan teman dan sahabat lain juga memberi kemudahan untuk bersilaturahmi bertemu keluarga besar secara virtual sebagai pengganti mudik ke kampung halaman. Sampai kemudahan membayar zakat pun bisa kita temukan melalui layanan digital Dompet Dhuafa. Sehingga membayar zakat cukup dengan menggunakan ponsel dan kita tetap bisa berada di rumah saja.


(sumber : winnetnews.com)

Jika biasanya mengadakan sahur on the road sembari membagikan makanan kepada yang tidak mampu, di masa pandemi ini kita tetap bisa melakukan kebaikan dengan menggantungkan mie instan atau seplastik beras di pagar rumah. Kebaikan kecil ini pastinya akan melahirkan kebaikan-kebaikan lainnya. Hal yang sama bisa dilakukan dengan menggantungkan baju-baju yang sudah tidak terpakai. Mungkin kita menganggapnya sudah tidak berguna, namun bisa jadi harta karun bagi orang lain. Ketika memesan makanan melalui ojek online pun, melebihkan makanan atau minuman untuk driver adalah cara melakukan kebaikan dengan dirumah saja.

Semoga banyak hikmah yang bisa dipetik di tengah pandemi ini, percayalah bahwa Allah SWT tidak mungkin membebani hamba-Nya dengan perkara di luar batas kemampuannya.


(sumber : ramadanvirfest on instagram)



signature-fonts

Kamis, 30 April 2020

Mewarisi Kebaikan


Bandung, selalu menjadi kota dengan sejuta kenangan. Selain karena kota kelahiranku, disana lah ibu mulai mengajarkan tentang banyak semangat dan kebaikan. Bagaimana tidak, ibu lah yang selalu memberi semangat di tiap jatuh bangunku sewaktu belajar sepeda dulu. Tidak pernah lelah memberi semangat agar terus bangun setiap kali jatuh, sampai akhirnya aku bisa mengendarai sepeda roda dua. Setiap malam juga selalu menemaniku belajar hingga peringkat satu selalu ku dapat.

Ibu sering mengajakku mengumpulkan baju-baju yang sudah tidak terpakai dan memberikan pada orang yang membutuhkan, walau seringkali orang itu tidak dikenalnya. Aku sering bertanya-tanya, untuk apa membantu orang yang tidak kita kenal. Ibu menjawab, “berbuat baik pada siapa saja, sama dengan berbuat baik pada diri sendiri”. Jika kebaikan itu tidak berbalik pada ibu, setidaknya datang padaku ketika ibu sedang tidak bisa membantu, lanjutnya. Kebaikan dan doa ibu tidak pernah ku ragukan sama sekali, terbukti saat ini aku bisa menjadi apa yang selalu di semogakan dalam doanya.

Di antara kebaikan yang tidak akan putus hingga di akhirat kelak adalah mentransfer ilmu yang bermanfaat kepada sekitar. Itulah salah satu alasan mengapa ibu ingin aku menjadi guru. Iya, aku seorang guru di salah satu Sekolah Menengah Atas di Jakarta. Melalui profesi ini, saatnya aku yang menularkan semangat dan kebaikan yang diwariskan ibu kepada muridku. Karena memiliki kebiasaan berbuat baik kepada sesama di tengah kondisi masyarakat yang semakin individualis seperti sekarang sangatlah penting.

Satu hari aku sempat bertanya pada muridku, bagaimana cara berbuat baik menurut mereka. Ada yang menjawab dengan memberikan senyuman, karena bisa menularkan aura positif bagi diri dan sekitarnya. Ada juga yang menjawab, membantu dengan membeli dagangan anak-anak di pinggir jalan. Sepele memang, tapi aku apresiasi karena tingkat kepekaan mereka masing tinggi. Mengabaikan kembalian uang receh lalu diberikan pada yang membutuhkan, sama-sama terlihat sedikit tapi tanpa disadari bisa menjadi sumber penghidupan bagi yang membutuhkan.

Banyak anak setuju jika berbuat baik adalah kewajiban sebagai manusia, terutama bagi umat muslim. Karena semua perbuatan akan kembali pada dirinya sendiri, sekecil apapun perbuatan itu walau terkadang kita tidak menyadarinya. Perbuatan baik akan memberikan kebaikan pula cepat atau lambat sebagaimana disebutkan dalam Al-Quran :

“Barang siapa berbuat baik, sesungguhnya kebaikan itu untuk dirinya sendiri dan jika berbuat jahat maka kejahatan itu untuk dirinya sendiri” (QS Al Isra ayat 7)

Ada kebaikan yang bukan saja sebatas kewajiban seorang muslim tetapi juga mampu membangun kepekaan kita kepada sekitar, yaitu kebaikan berbagi dengan ber zakat. Seperti Ramadan tahun lalu, muridku dilibatkan secara langung dalam ber zakat, mulai dari pengumpulan, pengelolaan sampai menyalurkan kepada yang berhak. Masyarakat sekitar sekolah yang membutuhkan diberikan undangan untuk datang ke sekolah mengikuti acara tersebut. Dengan berzakat, murid melakukan hubungan sosial antara sesama manusia sekaligus hubungannya dengan Allah SWT.

Meski Ramadan tahun ini berbeda dengan tahun sebelumnya karena wabah covid-19 melanda negeri sehingga kita dianjurkan untuk di rumah saja. Namun hal tersebut Insha Allah tidak mengurangi kualitas dan amalan di bulan Ramadan, kita tetap bisa menjalankan ibadah puasa bersama keluarga inti, bersilaturahmi, halal bihalal melalui media sosial atau video call, juga membayar zakat.


Kemudahan membayar zakat bisa di temukan melalui layanan digital Dompet Dhuafa. Salah satunya dengan fasilitas Donasi Mobile QR Code yang bekerja sama dengan iPaymu sehingga kita bisa melakukan donasi cashless, donasi tanpa uang tunai. Selain itu, Dompet Dhuafa juga menyediakan layanan Rekening Ponsel yang bekerja sama dengan Bank CIMB Niaga. Sehingga membayar zakat cukup dengan menggunakan ponsel dan kita tetap bisa berada di rumah saja.

Semoga banyak hikmah Ramadan yang bisa diambil di tengah ancaman covid-19 dengan tetap berbuat baik seperti tahun-tahun sebelumnya. Percayalah Allah SWT tidak mungkin membebani hamba-Nya dengan perkara di luar batas kemampuannya.


Senin, 15 April 2019

KESEMPATAN PANGKAT DUA



Di siang hari yang ngantuk ini izinkan saya untuk menulis sebuah cerita yang pastinya biasa saja. Tidak lain dan tidak bukan, semuanya tentang suatu hubungan tapi kali ini dialami oleh teman dekat saya sendiri. Bahkan karena saking dekatnya, saya juga bisa merasakan hal yang sama. Saya beri judul KESEMPATAN PANGKAT DUA, karena teman saja ini sangat bersikap dewasa menghadapi setiap masalah dalam hubungannya. Padahal yang saya tahu, sebelumnya dia sangat tidak bisa menahan emosi dan mudah mengambil keputusan. 
Baiklah, selamat menyimak!☺

Dalam beberapa minggu terakhir atau kalau tidak salah sudah satu bulan lebih sedikit, teman saya bercerita bahwa hubungannya itu sedang  tidak baik baik saja. Pasangannya sedang ada di titik flat, tanpa tahu apa alasannya. Komunikasi pun bisa dibilang menjadi sangat kurang, padahal mereka sudah saling mengikat dan beberapa bulan kedepan akan di-sah-kan, Insha Allah. Teman saya ini mempunyai trauma di masa lalu yang sangat buruk, berkaitan dengan hubungan jarak jauh. Dimana dia selalu menjaga segalanya, tapi tidak dengan pasangannya. Kurang lebih 2 tahun menjalin hubungan jarak jauh, tapi harus putus dengan tidak baik-baik.

Hmm... meskipun saya kurang setuju untuk mengakhiri hubungan dan menurut saya berakhirnya suatu hubungan berarti  tidak ada  kondisi yang baik baik saja. Tapi semuanya balik lagi ke kalian, yang membaca. Ok lanjut.

Teman saya ini juga sangat baik menjaga segalanya ketika jarak memisahkan mereka....  Aduh, bahasanya lemas sekali ya! Hehe. Awalnya mereka sepakat bisa untuk menerima hubungan jarak jauh ini. Tapi ternyata dengan alasan ‘ternyata aku nggak bisa LDRan’ di tahun kedua, pasangannya main belakang. Bukan sakit tapi tak berdarah, sakit tapi ndak bisa dilupakan. Heheu. Trauma itulah yang membuat teman dekat saya ini selalu dihantui perasaan takut mengalami hal yang sama nantinya. Dan ternyata, benar saja.

Dalam beberapa minggu selama pasangannya merasa flat, komunikasi diantara mereka sangat renggang. Saya dan teman saya ini sempat cekcok menerka-nerka apa alasan pasangannya merasa flat dan bisa berubah sedrastis itu padahal beberapa bulan lagi mereka akan menikah. 
Berulang kali saya selalu bilang,

‘pasanganmu nggak mungkin kayak yang sebelumnya lah’

Dan berulang kali juga teman saya bilang

‘ya bisa aja ada orang ketiga masuk saat dia lagi ngerasa flat gini’

Selang beberapa jam kemudian tepatnya tengah malam, saya mendapati kabar bahwa ternyata benar pasangannya ‘main belakang’. Dan mirisnya lagi, teman saya  melihat langsung berupa foto yang men-tag pasangannya itu melalui stories instagram. Saya pun merasakan hal yang sama, hancur. Detik itu juga saya melihat teman saya sangat kecewa dan emosi, sedikit melampiaskan rasa kesalnya dengan memukul barang-barang disekitarnya, namun masih bisa saya tenangkan sampai teman saya ini sedikit tenang. Hebat, tegur saya.

‘Rasa sayang ini nggak hilang, tenang. Yang ada hanya rasa kecewa aja, kok. Yang begini ini udah biasa, ini juga nggak separah main belakang yg sebelumnya. Jadi masih bisa ditolerir’
Hebat, tegur saya lagi.

Keesokan harinya teman saya ini bertemu dengan mereka, si pasangannya berikut teman main belakangnya itu. Teman saya akhirnya menegaskan kepada saya, bahwa dalam suatu hubungan pasti ada titik dimana kita yang harus mengerti atau dimengerti. Maksudnya gini, semakin tinggi dan serius status dalam suatu hubungan maka semakin banyak juga ujian dan masalahnya. Kurang lebih simpelnya gini deh, kalau pasanganmu itu ternyata punya sifat yang sulit dirubah, kita sebagai pasangannya harus terus mau mengingatkan dan tetap menemani dalam proses perubahan itu, bukan justru meninggalkan begitu saja. Rasanya masih rumit ya? Hehe. Iya, sangat rumit. Teorinya saja rumit, bagaimana praktiknya ya? Mungkin kalimat sederhananya, terima dan temani atau tinggalkan saja pasanganmu itu. Jangan setengah-setengah. Jika tidak bisa menerima kondisi pasanganmu, tinggalkan sekarang juga. Berfikir saja ada yang lebih baik lagi dari pasanganmu itu, lalu pada akhirnya justru ternyata tidak ada yang sebaik dia. Atau, bercerminlah bahwa setiap pribadi mempunyai kekurangannya masing-masing dan yang harus dilakukan adalah saling melengkapi kekurangan (?) Atau justru kalimat barusan terlalu naif?

Mungkin dari setiap kita punya trauma di masa lalu yang terkadang masih menghantui di masa sekarang, atau bisa juga justru malah menghancurkan pribadi kita. Teman saya ini salah satunya, mungkin dia dulu adalah seorang yang sangat posesif terhadap pasangannya. Sampai suatu ketika pasangannya itu main belakang, dan membentuk dirinya menjadi seperti sekarang. Teman saya versi sekarang ini alhamdulillah-nya tidak menjadikan trauma di masa lalunya itu menjadi momok yang membuat dirinya menjadi lebih menakutkan lagi. Tapi justru menjadi pembelajaran dan bersikap lebih dewasa dalam menghadapi masalah di masa sekarang. Dan itu terbukti dalam menyikapi masalah, dengan tidak meninggalkan pasanagannya karena teman saya ini paham betul dialah yang tahu bagaimana  men-treat dengan baik. Tidak egois meninggalkan begitu saja. Teman saya ini justru malah mencoba menukar posisi, bagaimana jika perasaan  flat itu sedang ia rasakan. Mungkin juga dirinya akan goyah dan tergoda untuk main belakang. Teman saya ini mencoba memahami, ini adalah sebagian dari ujian dalam suatu hubungan ke jenjang yang lebih serius lagi. Hebat. Kedepannya, angin akan lebih kencang. Semoga tidak ada yang menyerah jatuh berguguran. Semoga kita dikuatkan untuk bisa saling menguatkan. Memberikan pengertian dan kesempatan yang tidak ada habisnya, walaupun perasaan bosan dan kesalahpahaman datang.

Rasanya segini dulu, saya akan akhiri daripada nanti kisah saya harus tumpah ruah juga disini. Lagipula tidak ada yang peduli.

Selamat tanggal lima belas di bulan April

Meski akal sehatmu hilang di tengah jalan

Dan kemungkinanmu kembali hanya secuil

Ke egoisanmu tidak akan membuatku bosan


  



Jumat, 29 September 2017

Kaca Sepi-on.



Kurang lebih beberapa jam yang lalu gue abis keluar buat sekedar beli makan, sendirian pastinya. Karena gue uda mencium bau-bau hujan akan turun, gue mutusin buat pake jas rapi anti ujan alis jas ujan. Tapi di tengah jalan karena hujan tak kunjung datang, jas ujan gue taro di jok motor. Sebenernya tempat gue beli makan itu ga jauh sih, ibarat dari rumah lo kerumah gebetan. Loh iya kan? Misal lo lagi deket sama seseorang, mau rumahnya di utara timur selatan barat pun, tetep deket kan? Ya karena lagi deket aja. Relatif 😫 . E tapi ndak juga si, tergantung masing-masing. Tapi seumur-umur gue belum pernah ngerasain deket sama orang yang rumahnya jauh, belum pernah ada orang yang jauh tapi ngerasa deket sama gue. Yang lebih sering, udah deket, tapi kok ya malah menjauh ? Tapi gue tetep yakin, apapun yang emang buat gue, mau tadinya jauh atau deket, pasti bakal sampe ke tangan gue, tanpa ada gangguan..... Jangan serius serius si:’)

Mungkin cuman gue yang sendirian di satu meja makan, yang lainnya ada yang berdua sama pacarnya, ada yang pacaran bawa tumbal buat dijadiin kang poto, ada juga yang bawa satu keluarga. Nggak lama ada cowok dateng, disitu dia langsung duduk persis di depan gue, kurang lebih ada percakapan kecil gini..



‘mbak, kosong kan?’

Ini gue bingung mesti jawab apa, kalo gue bilang kosong takut dikira cewek murahan, dibilang ada yang punya takut dibilang bohong. Akhirnya gue jawab aja
‘iya, mas.’

‘saya ikut ya’

                Gue jawab lagi aja                               
                ‘iya, mas.’

‘sebentar ya mbak.’

Oke, sambil nunggu mas-mas itu balik, gue buru-buru bersihin ini tulang ayam yang masih nyisa. Ya gimana, gue paling nggak tega kalo liat makanan nyisa. Soalnya jamanvtk di bandung dulu, gue pernah di datengin sama dua butir nasi yang sempet tersisa di piring....             

.......

Ternyata mas-mas itu bawa ceweknya, dan mereka berdua duduk di depan gue, persis. Dan nggak pake lama, gue langsung berdiri, ninggalin mereka. Dalam hati kecil gue yang paling dalam..

‘Jangankan jadi orang ketiga, jadi mbak-mbaknya pun gue nggak mau lah kalo harus berbagi meja sama orang lain, orang asing pulak. Ewh! ‘ πŸ™…
 
Sebelum pulang, gue mampir dulu ke warung buat beli es krim! Dari sekian jajanan, cuman es krim yang paling bisa bikin kepala gue adem. Di perjalanan pulang, gue masih terbayang-bayang sama muka mas-mas rese itu, rada sedikit manis sih, cuman ya kasian aja mbak-mbaknya kalo yg lain kecipratan manisnya si mas-mas :3. Dan lagi-lagi gue papasan sama cowok yang ga kalah manisnya, kurang merhatiin dia pake motor apa, platnya angka berapa, tapi yang jelas cowok itu senyum ke arah gue. Asli, ke arah gue, soalnya pas liat dari kaca sepion, nggak ada siapapun di belakang gue. Sekitar pukul 9 malam di dalam komplek perumahan, bisa dibilang jalanan kosong, alhasil kaca sepion gue pun nggak nangkep apa-apa, sepi. Agila... gue masih ngerasa.... yabeginilah. Disenyumin cowok manis aja senengnya bukan main. Bahkan sesampenya diruma, gue langsung cerita ke adek gue.

‘de, lo tau ga tadi gue ketemu siapa?’
  
               ‘siapa? ‘

‘tebak dong tebak...’

                ‘siapasih? Mantan lo?’

‘sebelum jadi mantan...’

                ‘gebetan?’

‘belum jadi gebetan, orang belum kenalan..’

                ‘temen lo?’

‘gimanasih, kenal juga belom...’

                ‘orang?’

.....

Kadang ada saatnya adek gue nyambung sama apa yang gue ceritain, tapi ya lebih sering yang nggak nyambungnya sih. Ohya ngomong-ngomong soal kaca sepion, akhir-akhir ini kaca sepion gue rada longgar. Jadi, kadang kalo lagi pake motor tuh ini sepion kudu gue puter-puter sampe diem. Tiap longgar, gue puter sampe bener. Padahal gue butuh banget ngeliat ke belakang, kalo lagi di jalanan. Apalagi kalo lagi ngebut, pernah dulu jaman gue masih jadi mahasiswa.... (yelah plis, sombong ya sekali mah gapapa ya πŸ˜† ) gue hampir aja telat masuk mata kuliah, akhirnya gue ngebut tapi tetep pake sen kanan pas belok kanan dan gue pun tetep liat kaca sepion, tapi apa? Pas mau belok kanan, kendaraan dari kanan malah belok sekaligus ke arah kiri. Untung aja gue uda kepalang telat, coba kalo masih banyak waktu, uda gue ajakin berantem kali. Tergantung deng, kalo laki-laki dan uda mapan, gue ancem aja suruh nikahin gue. Tapi kalo perempuan, gue jadiin sodara uda cukup. Abis itu, gue tanya deh dia punya kakak cowok apa enggak😊

Iya, lo udah hati-hati, tapi bisa jadi orang lain nggak hati-hati. Ya gimanasih ? kayak lo ada di suatu hubungan aja, yang satu seksi ngerusak, satunya lagi seksi ngebangun. Gitu ae terus sampe capek ngebangun kepercayaan. Wakakak 😒  Sedih nggak? Jangan deng, gue maunya bikin orang seneng aja 😘

Es krim! Gue lupa! Kedua es krim berhasil gue makan sembari nongton film horor. Iya, jadi di menit-menit awal, kedua es krim itu udah habis. Kayaknya kalo masalah es krim, gue turunan bokap deh. Kita kalo makan es krim, pasti digigit bukan dijilat-jilat gitu. Jadi kalo masih ada orang yang nanya gue turunan siapa, mereka harus liat gimana cara kita makan es krim dulu, baru percaya kalo gue ada turunan salah satu dari mereka.

Iya, pokoknya kaca sepion nggak melulu harus dilihat ya. Sesekali saja. Kalau keseringan, nanti malah celaka. Udah ah, mau mimpi indah!😴